Kripala Thought
Edukasi, bagaimanapun merupakan upaya pencerdasan evolusi manusia. Tujuannya kembali pada fitrah, untuk mempermudah peradaban sehingga evolusi terus berjalan. Namun, bodoh juga bukan berarti mereka yang tidak menerima edukasi. Nyatanya belajar dapat dilakukan dimana saja, tapi tidak oleh siapa saja. Terlepas dari sistem pendidikan, esensi kaula yang hendak mengemban edukasi perlu disadarkan.
Anak-anak dan remaja, penting untuk menerima pendidikan formal alih-alih merasa tak memerlukan rumus hukum newton II dalam kehidupannya. Pendidikan formal seharusnya lebih dari sekadar jarak Bumi-Matahari atau energi potensial dari sebuah kelapa jatuh. Ada anak-anak yang perlu membentuk kerangka berpikir, ada remaja yang perlu tahu esensi berpikir. Dan pendidikan formal adalah jalan pintasnya, setidaknya…yah itulah yang diupayakan negara. Sayangnya, 4.1 juta anak-anak dan remaja usia 7-18 tahun di Indonesia tidak bersekolah (UNICEF). Tingkat kemiskinan ditengarai berkaitan erat dengan angka putus sekolah, layaknya lingkaran setan yang tak akan habis berputar. Banyak anak-anak yang merasa tidak perlu belajar, khususnya dalam pendidikan formal. Sayang sekali, PR neara begitu berat untuk untuk mengembalikan kesadaran tersebut. Sayang sekali, negara ini lebih menjamu bodoh daripada berakal.
Bak upaya yang harus diusahakan dua arah, kompotensi tenaga pendidik patut dipertanyakan. Terlebih, upaya negara dalam menakar tingkat kompotensi pengajar. Sejauh ini, sangat sulit menyatakan itu efektif. Di satu sisi, tingkat kompotensi mungkin juga berkaitan dengan bagaimana upaya negara memakmurkan pendidik. Jika saya tidak merasa aman dan makmur dengan kehidupan saya, bagaimana cara saya memakmurkan kehidupan orang lain? Kurang lebih begitu yang selalu saya pikirkan jika saya berada dalam posisi pendidik. Maka, sungguh, negara saya punya banyak pekerjaan-rumah untuk menyelesaikan ini.
Comments