top of page

Menuju bonus demografi yang mungkin perak saja tak cukup.

Kripala Thought.

Golden=leaf.
Golden-leaf

Dalam 22 tahun mendatang, Indonesia akan mencapai usia cemerlangnya. 2045 dipilih sebagai masa keemasan karena tepat mencapai 1 abad sejak kemerdekaan. Pada tahun tersebut pula, Indonesia dianugrahi bonus demografi yang mumpuni. 70% dari penduduk berada dalam rentang usia produktif (15 - 64 tahun), yang artinya kita memiliki peluang besar untuk mencapai masa kejayaan. Harapannya. Rencana mengemaskan Indonesia tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dengan visi ‘negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan’.


Intinya, kita ingin maju. Dan tahun 2045 dipilih sebagai tahun emas tersebut. Memangnya, perak saja tak cukup? memang. Tapi apakah gen-z, sebagai generasi yang akan menyongsong keemasan tersebut peduli? Belakangan, secara pribadi, saya merasakan tendensi yang kuat kearah individualis di lingkungan saya. Dan siapa yang paling disalahkan akan kecenderungan tersebut? Gen-z! pokoknya gen-z si paling banyak mau. Si paling set the boundary. Mekanisme bertahan gen-z untuk melindungi diri sendiri sejatinya patut diacungi jempol. Rasanya saya melihat mode bertahan homo sapiens versi modern.


Sebentar, bisa jadi sikap individualis menjadi salah satu ciri bahwa Indonesia memang akan jadi negara maju beberapa dekade mendatang? Bukankah kebanyakan negara maju rakyatnya individualis? Tapi sebentar, bukankah Indonesia adalah Nusantara. Memangnya kau mau Nusntara-mu seperti apa? Yakin kau biarkan ia sendiri-sendiri?


Meskipun pemakna'an individualis yang dimaksudkan di sini agaknya sedikit melenceng, saya tahu pembaca pasti paham apa yang saya maksud. Tingkat kesadaran akan psikologi diri sendiri itu baik, sangat baik. Bagaimana kita kemudian belajar untuk tidak menghakimi situasi orang lain, self love, self reward, open minded, cut-off, dan banyak istilah lainnya yang kian di sadari itu baik. Tapi pemahaman yang melenceng itu melelahkan. Gen-z jadi salah kaprah sendiri. Di suatu waktu dalam perusahaan yang membuka lowongan kerja, saya membaca salah satu persyaratan adalah untuk tidak bersikap menyebalkan seperti gen-z. See? kini gen-z jadi musuh generasi lainnya.

Kalau itu, gen-z dalam dunia pekerjaan. Bagaimana dengan gen-z di lingkungan perkuliahan? belakangan, saya juga memiliki keresahan terkait menurunnya minat mahasiswa untuk berorganisasi. Terlebih setelah masa kejayaan Covid-19 yang memunculkan banyak inovasi. Seputar magang, magang berbayar, magang lintas jurusan, kampus merdeka dan sebagainya. Bukan, bukan saya tidak setuju. Inovasi secemerlang itu justru sangat bagus untuk menopang kesiapan gen-z dalam menggapai masa depan. Hanya saja, bagaimana menyongsong relevansi organisasi mahasiswa di masa ini? Saya belum bisa menuliskannya. Hanya saja, saya yakin…ada sesuatu di balik ormawa yang patut dipertahankan. Yang selalu berkaitan dengan peranan dan fungsi mahasiswa sesungguhnya.

Kembali pada generasi emas, memangnya apa yang sebenarnya mau saya sampaikan?


Dengan generasi-z yang saat ini, saya harap pemerintah mengambil langkah yang tepat untuk dapat benar-benar memanfaatkan kami mencapai masa kejayaan. Inovasi, Relevansi, Fasilitas, dan Keseimbangan. Beri kami yang terbaik. Karena dibalik semua itu, saya cemas dampak buruknya berpengaruh pada krisis identitas individu, bangsa, dan Nusantara. Saya cemas bonus demografi ini hanya akan meraih perunggu saja, syukur-syukur perak. Jangan sampai Nusantara melewatkan momentum menjadi berliannya yang berkilau.

Recent Posts

See All

Menjamu BODOH di Negara Saya

Kripala Thought #Episode1 Edukasi, bagaimanapun merupakan upaya pencerdasan evolusi manusia. Tujuannya kembali pada fitrah, untuk...

Comments


bottom of page